Penjabaran Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20
Baiklah disini penulis akan mencoba menguraikan mengenai penjabaran UUD 1945 pasal 20 berdasarkan hasil pemikiran dan bacaan dari beberapa referensi yang penulis dapatkan. Sekiranya hasil dari penjabaran ini masih terdapat banyak kekurangan penulis hanya berharap masukan dan saranya dari pembaca, harapan yang sangat besar dari penulis mengenai postingan ini adalah semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Trimakasih selamat membaca ^_^
PENJABARAN
PASAL 20 UNDANG-UNDANG DASAR
AMANDEMEN
KEEMPAT
DISUSUN OLEH
JECK PRODES WIJAYA
NPM: 1213032039
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji hanya
milik Allah SWT, Rabb yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah
memberikan karunia tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Makalah yang berjudul : “PENJABARAN PASAL 20 UNDANG-UNDANG
DASAR 1945 AMANDEMEN KEEMPAT”
Penulis
menyadari bahwa pembuatan makalah ini semuanya berjalan atas dukungan segala pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada : Orang tua
yang selalu memberikan motivasi dan do’a nya.
Penulis
berharap semoga tulisan ini dapat menjadi sumber bacaan yang berguna bagi
pembaca dan bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi para mahasiswa. Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan.
Terima
kasih atas ukhuwa dan kebersamaannya, semoga Allah selalu memberkahi langkah
kita dan memberikan kesuksesan dimasa mendatang. Amin.
Kesempurnaan
hanyalah milik Allah, sedangkan manusia tidak pernah luput dari dosa dan
kesalahan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan, mudah-mudahan makalah
ini dapat
bermanfaat dan dapat menjadi sumber bacaan yang berguna bagi semua pihak. Amin.
Bandar Lampung, 18 Maret 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar..............................................................................................
i
Daftar Isi.........................................................................................................
ii
BAB I
(PENDAHULUAN) .......................................................................... 1
BAB II (PEMBAHASAN)............................................................................
3
BAB III (KESIMPULAN)............................................................................
6
Daftar Pustaka...............................................................................................8
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
memiliki kedudukan penting di dalam struktur pemerintahan Indonesia. Karena
Dewan Perwakilan rankyat sebagai badan legislatif memiliki andil dalam
membentuk masyarakat yang tertib, aman, dan sejahtera dengan salah satu kewenanganya
untuk membentuk suatu Undang-Undang sesuai dengan pasal 20 UUD ayat 1. Tetapi
masih banyak orang yang belum paham mengenai kewenangan tersebut, bagaimana
tata cara Dewan Perwakilan Rakyat membuat sebuah rancangan Undang-Undang yang
kemudian disahkan, atau bagaimana ketika presiden atau Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) mengajukan sebuah RUU pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi sesuatu yang
perlu dipahami oleh para pelajar atau mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.
Karena pemegang
kekuasaan legislatif atau kekuasan untuk membuat undang-undang menurut UUD 1945
melibatkan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah dilakukan
amanden terhadap UUD 1945, terjadi pergeseran peranan dalam pembuatan
undang-undang. Sebelumnya, Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan DPR. Setelah amandemen, DPR memegang kekuasaan membentuk
undang-undang. Rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama.
Oleh karena itu
melalui makalah ini penulis akan mencoba untuk mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan memaparkan peran serta Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Presiden, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sesuai dengan yang tercantum
dalam UUD 1945 Pasal 20.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah maksud pasal 20 UUD 1945?
2.
Bagaimana proses pembentukan
sebuah UU?
3.
Apa peran presiden dalam pembentukan UU menurut Pasal 20 UUD 1945?
4.
Apa yang
membuat RUU dikatakan sah menjadi sebuah UU?
5.
Apakah DPD
dapat mengajukan sebuah RUU?
1
Tujuan
dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah teori hukum dan
konstitusi, tetapi selain daripada itu makalah ini juga untuk menjadi sebuah
sumber bacaan untuk membantu mengetahui dan memahami isi dari pasal 20
undang-undang dasar 1945 agar dapat diimplementasikan kekehidupan sehari-hari
dengan baik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Penjabaran Pasal 20 UUD 1945
Pada
pasal 20 ayat (1) berbunyi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memegang kekuasaan
membentuk undang-undang ini berarti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berkuasa
untuk membentuk sebuah Undang-Undang ini telah mengalami perubahan dari naskah
awal UUD 1945 pasal 20 ayat (1) yang menyatakan tiap-tiap undang-undang
menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berarti Dewan
Perwakilan Rakyat tidak berkuasa untuk membentuk sebuah Undang-Undang tetapi
hanya untuk memberikan persetujuan terhadap rancangan Undang-Undang. Selanjtutnya Pasal 20 ayat (2) menyatakan
bahwa setiap rancangan Undang-Undang di bahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama berarti setiap Rancangan
Undang-Undang (RUU) akan dibahas bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama ini merupakan penambahan ayat yang
sebelumnya dinaskah asli UUD 1945 belum ada . Selanjutnya Pasal 20 ayat (3)
menyatakan jika rancangan Undang-Undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,
rancangan Undang-Undang itu tidak boleh dijukan lagi dalam persidangan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) masa itu berarti jika sebuah RUU tidak mendapatkan sebuah
persetujuan bersama Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut tidak boleh diajukan
kembali ke Dewan Perwakilan Rakyat pada masa itu. Selanjutnya Pasal 20 ayat (4)
menyatakan Presiden mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang telah
dietujui bersama untuk menjadi Undang-Undang berarti seorang Presiden yang akan
mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama. Selanjutnya
Pasal 20 ayat (5) menyatakan jika dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah
di setujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh
hari semenjak Rancangan Undang-Undang tersebut di setujui, rancangan undang-undang
tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan berarti jika sebuh
Racangan Undang-Undang (RUU) yang telah disetujui bersama tidak di sahkan oleh
Presiden dalam waktu 30 hari maka Undang-Undang tersebut akan sah dan wajib
diundangkan.
2.2
Proses Pembentukan Sebuah UU
DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap
Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR,
Presiden, atau DPD.
3
DPD
dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan
mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari
DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk
dipersandingkan.
RUU
yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7
(tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan
menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang
sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang,
Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila
RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU
tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
2.2.1 Proses Pembahasan RUU dari Pemerintah di DPR RI
RUU
beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari
Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar
Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan
pembahasan RUU tersebut.
Dalam
Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian
Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian
membagikannya kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang terkait dengan DPD
disampaikan kepada Pimpinan DPD.
Penyebarluasan
RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua
tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden.
2.2.2 Proses Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI
RUU
beserta penjelasan/keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD
disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian
dalamRapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR
memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya
kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat
pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal
dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.
4
Bamus
selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU tersebut, dan
mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi
atau Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya
1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU
Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.
RUU
yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden
dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden
dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD
untuk ikut membahas RUU tersebut.
Dalam
waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari
DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan
RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.
2.3
Peranan Presiden Membentuk UU Menurut Pasal 20 UUD 1945
Peranan Presiden menurut Pasal 20 UUD 1945 dalam membentuk
sebuah Undang-Undang dapat kita lihat melalui ayat (2) dan (4). Ayat (2)
menyatakan setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Jadi Presiden berfungsi
sebagai salah satu penentu untuk disahkanya sebuah RUU menjadi Undang-Undang
yang kemudian dilanjutkan oleh ayat ke (3) bahwa jika tidak RUU itu tidak dapat
persetujuan ersama maka RUU itu tidak boleh diajukan kembali dalam persidangan
Dewan Perakilan Rakyat masa itu. Kemudian peranan lainya dalam ayat (4)
menyatakan bahwa setelah disetujui bersama maka presiden akan mengesahkan RUU
tersebut menjadi Undang-Undang. Jadi setelah RUU disepakati presiden berperan
untuk mengesahkan RUU yang telah disepakati tersebut untuk menjadi
Undang-Undang. Dan menurut ayat (5) jika RUU yang telah disetujui bersama tidak
disahkan oleh Presiden selama 30 hari setelah disetujui maka RUU tersebut sah
menjadi Undang-Undang dan wajib di undangkan.
2.4 Hal
yang membuat RUU sah menjadi sebuah UU
Sebuah
RUU yang telah dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden akan
menjadi sah menjadi sebuah UU jika telah disetujui bersama oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden, dan kemudian disahkan oleh Presiden. Dan
menurut UUD Pasal 20 ayat (5) jika sebuah RUU telah disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden tidak disahkan oleh Presiden selama 30
hari setelah RUU tersebut disetujui maka akan secara otomatis RUU tersebut sah
menjadi sebuah UU dan wajib untuk diundangkan.
5
2.5 DPD Mengajukan sebuah RUU
DPD dapat mengajukan sebuah RUU. Rancangan Undang-Undang dari DPD sebagaimana yang ada dalam Tata Tertib bab VI
tata cara pembentukan undang-undang bagian kesatu umum Pasal 99 ayat (4) berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran dan penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
6
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan Pasal 20 UUD 1945 Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) memiliki kekuasaan untuk membentuk sebuah Undang-Undang. Rancangan
Undang-Undang bisa didapat dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Rancangan Undang-Undang akan dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Jika
sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) tidak mendapatkan persetujuan bersama maka
Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) masa itu. Jika Rancangan Undang-Undang (RUU) telah di
setujui bersama maka Presiden akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang menjadi
Undang-Undang. Dan Jika dalam waktu 30 hari setelah Rancangan Undang-Undang yang
telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden maka Rancangan
Undang-Undang (RUU) tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.
7
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar