Minggu, 30 Juni 2013

PENJABARAN UNDANG-UNDANG DASAR PASAL 20

Penjabaran Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20 


Baiklah disini penulis akan mencoba menguraikan mengenai penjabaran UUD 1945 pasal 20 berdasarkan hasil pemikiran dan bacaan dari beberapa referensi yang penulis dapatkan. Sekiranya hasil dari penjabaran ini masih terdapat banyak kekurangan penulis hanya berharap masukan dan saranya dari pembaca, harapan yang sangat besar dari penulis mengenai postingan ini adalah semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Trimakasih selamat membaca ^_^




         
PENJABARAN PASAL 20 UNDANG-UNDANG DASAR
AMANDEMEN KEEMPAT




DISUSUN OLEH

JECK PRODES WIJAYA
NPM: 1213032039




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013




 
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah SWT, Rabb yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberikan karunia tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Makalah yang berjudul :  PENJABARAN PASAL 20 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 AMANDEMEN KEEMPAT”
Penulis menyadari bahwa pembuatan makalah ini semuanya berjalan atas dukungan segala pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada : Orang tua yang selalu memberikan motivasi dan do’a nya.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat menjadi sumber bacaan yang berguna bagi pembaca dan bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi para mahasiswa. Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Terima kasih atas ukhuwa dan kebersamaannya, semoga Allah selalu memberkahi langkah kita dan memberikan kesuksesan dimasa mendatang. Amin.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah, sedangkan manusia tidak pernah luput dari dosa dan kesalahan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan, mudah-mudahan makalah  ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi sumber bacaan yang berguna bagi semua pihak. Amin.

Bandar Lampung, 18 Maret 2013


Penulis






DAFTAR ISI


       Kata Pengantar.............................................................................................. i
       Daftar Isi......................................................................................................... ii
       BAB I (PENDAHULUAN) ..........................................................................  1
       BAB II (PEMBAHASAN)............................................................................ 3
       BAB III (KESIMPULAN)............................................................................ 6
       Daftar Pustaka...............................................................................................8


 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki kedudukan penting di dalam struktur pemerintahan Indonesia. Karena Dewan Perwakilan rankyat sebagai badan legislatif memiliki andil dalam membentuk masyarakat yang tertib, aman, dan sejahtera dengan salah satu kewenanganya untuk membentuk suatu Undang-Undang sesuai dengan pasal 20 UUD ayat 1. Tetapi masih banyak orang yang belum paham mengenai kewenangan tersebut, bagaimana tata cara Dewan Perwakilan Rakyat membuat sebuah rancangan Undang-Undang yang kemudian disahkan, atau bagaimana ketika presiden atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengajukan sebuah RUU pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi sesuatu yang perlu dipahami oleh para pelajar atau mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.
Karena pemegang kekuasaan legislatif atau kekuasan untuk membuat undang-undang menurut UUD 1945 melibatkan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah dilakukan amanden terhadap UUD 1945, terjadi pergeseran peranan dalam pembuatan undang-undang. Sebelumnya, Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. Setelah amandemen, DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
Oleh karena itu melalui makalah ini penulis akan mencoba untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan memaparkan peran serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sesuai dengan yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 20.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah maksud pasal 20 UUD 1945?
2.      Bagaimana proses pembentukan sebuah UU?
3.      Apa peran presiden dalam pembentukan UU menurut Pasal 20 UUD 1945?
4.      Apa yang membuat RUU dikatakan sah menjadi sebuah UU?
5.      Apakah DPD dapat mengajukan sebuah RUU?

1



1.3 Tujuan Penulisan
      Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah teori hukum dan konstitusi, tetapi selain daripada itu makalah ini juga untuk menjadi sebuah sumber bacaan untuk membantu mengetahui dan memahami isi dari pasal 20 undang-undang dasar 1945 agar dapat diimplementasikan kekehidupan sehari-hari dengan baik.





2








BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penjabaran Pasal 20 UUD 1945
                  Pada pasal 20 ayat (1) berbunyi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memegang kekuasaan membentuk undang-undang ini berarti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berkuasa untuk membentuk sebuah Undang-Undang ini telah mengalami perubahan dari naskah awal UUD 1945 pasal 20 ayat (1) yang menyatakan tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berarti Dewan Perwakilan Rakyat tidak berkuasa untuk membentuk sebuah Undang-Undang tetapi hanya untuk memberikan persetujuan terhadap rancangan Undang-Undang.  Selanjtutnya Pasal 20 ayat (2) menyatakan bahwa setiap rancangan Undang-Undang di bahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama berarti setiap Rancangan Undang-Undang (RUU) akan dibahas bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama ini merupakan penambahan ayat yang sebelumnya dinaskah asli UUD 1945 belum ada . Selanjutnya Pasal 20 ayat (3) menyatakan jika rancangan Undang-Undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan Undang-Undang itu tidak boleh dijukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masa itu berarti jika sebuah RUU tidak mendapatkan sebuah persetujuan bersama Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut tidak boleh diajukan kembali ke Dewan Perwakilan Rakyat pada masa itu. Selanjutnya Pasal 20 ayat (4) menyatakan Presiden mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang telah dietujui bersama untuk menjadi Undang-Undang berarti seorang Presiden yang akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama. Selanjutnya Pasal 20 ayat (5) menyatakan jika dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah di setujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak Rancangan Undang-Undang tersebut di setujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan berarti jika sebuh Racangan Undang-Undang (RUU) yang telah disetujui bersama tidak di sahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari maka Undang-Undang tersebut akan sah dan wajib diundangkan.
2.2 Proses Pembentukan Sebuah UU
                        DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD.
                       

3



                        DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
                        RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
2.2.1 Proses Pembahasan RUU dari Pemerintah di DPR RI
                        RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut.
                        Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR, kemudian Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang terkait dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD.
                        Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili Presiden.
2.2.2 Proses Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI
                        RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian dalamRapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.
                       

4



                        Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU tersebut, dan mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 1/3 (sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.

                        RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut.
                        Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.
2.3 Peranan Presiden Membentuk UU Menurut Pasal 20 UUD 1945
                        Peranan Presiden menurut Pasal 20 UUD 1945 dalam membentuk sebuah Undang-Undang dapat kita lihat melalui ayat (2) dan (4). Ayat (2) menyatakan setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Jadi Presiden berfungsi sebagai salah satu penentu untuk disahkanya sebuah RUU menjadi Undang-Undang yang kemudian dilanjutkan oleh ayat ke (3) bahwa jika tidak RUU itu tidak dapat persetujuan ersama maka RUU itu tidak boleh diajukan kembali dalam persidangan Dewan Perakilan Rakyat masa itu. Kemudian peranan lainya dalam ayat (4) menyatakan bahwa setelah disetujui bersama maka presiden akan mengesahkan RUU tersebut menjadi Undang-Undang. Jadi setelah RUU disepakati presiden berperan untuk mengesahkan RUU yang telah disepakati tersebut untuk menjadi Undang-Undang. Dan menurut ayat (5) jika RUU yang telah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden selama 30 hari setelah disetujui maka RUU tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib di undangkan.
2.4 Hal yang membuat RUU sah menjadi sebuah UU
            Sebuah RUU yang telah dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden akan menjadi sah menjadi sebuah UU jika telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden, dan kemudian disahkan oleh Presiden. Dan menurut UUD Pasal 20 ayat (5) jika sebuah RUU telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden tidak disahkan oleh Presiden selama 30 hari setelah RUU tersebut disetujui maka akan secara otomatis RUU tersebut sah menjadi sebuah UU dan wajib untuk diundangkan.


5




2.5   DPD Mengajukan sebuah RUU
                 
                  DPD dapat mengajukan sebuah RUU. Rancangan Undang-Undang dari DPD sebagaimana yang ada dalam Tata Tertib bab VI tata cara pembentukan undang-undang bagian kesatu umum Pasal 99 ayat (4) berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.








 6






BAB III
KESIMPULAN
                  
                   Berdasarkan Pasal 20 UUD 1945 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki kekuasaan untuk membentuk sebuah Undang-Undang. Rancangan Undang-Undang bisa didapat dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Rancangan Undang-Undang akan dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Jika sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) tidak mendapatkan persetujuan bersama maka Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masa itu. Jika Rancangan Undang-Undang (RUU) telah di setujui bersama maka Presiden akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang. Dan Jika dalam waktu 30 hari setelah Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden maka Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.







7





DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

















8





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Internasional

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HUKUM INTERNASIONAL     Penyelesaian sengketa dalam hukum internasional, baiklah sebelum penulis aka...